Busana adat jawa


😁 pada 24 Oktober
Pakaian adat jawi jangkep
Jawi Jangkep secara resmi terdaftar sebagai pakaian adat Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya seperti kebaya yang khusus dikenakan oleh kaum perempuan, Jawi Jangkep dikhususkan untuk kaum pria. Pakaian ini berasal dari adat Keraton Kasunanan Surakarta.
Jawi Jangkep sendiri memiliki 2 jenis, yaitu Jawi Jangkep dan Jawi Jangkep padintenan (keseharian). Jawi Jangkep mengkhususkan penggunaan atasan hitam yang hanya boleh dikenakan pada acara formal. Sedangkan Jawi Jangkep padintenan mengenakan atasan berwarna selain hitam yang boleh dikenakan pada acara non formal. Kelengkapan pakaian Jawi Jangkep adalah sebagai berikut:
Penutup kepala berupa blankon atau destar.
Blangkon adalah kain penutup kepala yang dibentuk rapi sebagai Kopiah; Ketu; Udeng; Bendo; Destar. Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa
Pakaian atasan dengan bagian belakang jauh lebih pendek untuk tempat keris.
Setagen.
Kain stagen adalah kain panjang yang menjadi pelengkap pakaian tradisional Jawa. Kain ini lebarnya sekitar 15 cm, panjangnya 5 – 10 meter. Cara menggunakannya adalah dengan melilitnya di pinggang setelah mengenakan kain panjang. Stagen berguna untuk menahan kain panjang supaya tidak melorot.
Epek, timang, dan lerep sebagai sejenis ikat pinggang.
. Epek memiliki bagian pengunci yang disebut timang dan bagian lerep (anak timang). Cara mengenakan epek yaitu timang berada pada posisi tengah lurus dengan wiru nyamping. Sementara lerep pada posisi sebelah kiri. Jika memiliki epek yang panjang maka bagian ujung dapat dilipat dan dimasukkan ke bagian lerep. Epek harus terpasang pada lilitan sabuk bagian bawah, kira-kira dua jari dari garis  bawah sabuk.
Warna sabuk dan epek ada beberapa macam sesuai dengan keperluan. Contohnya :
Sabuk berwarna ungu dengan epek berwarna hijau artinya Wredha Ginugah yang dapat membangun suasana tenteram.
Sabuk berwarna hijau atau biru dengan epek berwarna merah artinya Satriya Mangsah yang dapat membangun jiwa terampil dan berwibawa.
Sabuk berwarna Sindur (merah bercampur putih) digunakan pada saat hajatan penganten. Warna ini dipakai bagi yang memiliki hajatan (hamengku damel). Sementara untuk besan tidak ada aturan yang pasti. Hanya saja pada saat jaman penjajahan Jepang, pernah ada paguyuban yang menentukan warna sabuk Pandhan Binethot (warna hijau dan kuning) bagi besan.
Kain bawahan.
Wangkingan atau keris.
Keris atau duwungdikenakan pada bagian belakang busana. Keris diselipkan pada sabuk, tepatnya pada sap ke tiga dari bagian bawah sabuk.
 Cara mengenakan keris/dhuwung ada beberapa macam sesuai dengan keperluannya:
Ogleng : digunakan pada saat biasa atau pahargyan (upacara adat) penganten.
Dederan /andhoran : digunakan pada saat menghadap pimpinannya.
Kewal : digunakan oleh prajurit saat situasi bersiaga.
Sungkeman : digunakan saat menghantarkan jenazah.
Angga : digunakan oleh pemimpin barisan
Sikep
Brongsong : keris dipegang dengan dibungkus sehingga tidak terlihat oleh orang lain.
Untuk jenis keris ada banyak sekali macamnya, hanya saja yang banyak dikenal oleh awam jenis Ladrang dan Gayaman. Dhuwung ladrang adalah keris resmi yang digunakan dalam upacara ataupun pahargyan (upacara penganten). Sementara jenis gayaman digunakan sehari-hari oleh prajurit keraton.
Canilan atau selop sebagai alas kaki.
Selop dikenakan sebagai alas kaki. Yang perlu diperhatikan pada pemakaian selop adalah ukuran dari selop itu. Jangan mengenakan selop yang lebih besar dari ukuran kaki tapi pilihlah selop yang lebih kecil. Ini bertujuan untuk menghindari agar langkah kita tidak terbelit pada kain nyamping.
Hingga saat ini pakaian Jawi Jangkep masih sering menjadi pakaian pilihan, khususnya untuk acara-acara adat formal.


 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel